Sejarah Gunung Bromo tentu menarik untuk dibahas mengingat betapa sangat indah dan cantiknya kawasan Gunung Bromo. Mungkin, sudah banyak yang tahu bahwa sejarah gunung ini tidak terlepas dari kisah Roro Anteng, tetapi tidak banyak yang tahu kisah lengkapnya dan legenda aslinya karena banyak versi mengenai legenda Bromo yang beredar. Namun, menurut cerita rakyat dari suku tengger sendiri, sejarahnya berawal dari para dewa dan dewi yang suka turun ke Bumi dan Bromo menjadi tempat yang dipilih dewa bersemayam karena suasananya yang sangat tenang dan terselimuti kabut putih. Dewa memilih bersemayam di salah satu gunung yang berada di kawasan Bromo yaitu Gunung Penanjakan.
Sejarah Gunung Bromo berlanjut dengan lahirnya seorang bayi laki-laki yang sangat sehat dan memiliki kekuatan yang luar biasa bernama Joko Seger. Joko Seger lahir dari istri seorang pertapa suci yang tinggal di Gunung Penanjakan, setiap hari kegiatan sang pertapa hanya melakukan hening cipta dan pemujaan. Joko Seger juga diyakini sebagai titisan para dewa karena lahir dengan cahaya terang dan wajah yang super tampan. Di saat bersamaan, lahir pula seorang anak perempuan yang tinggal di kawasan Gunung Penanjakan yang diberi nama Roro Anteng karena sejak lahir Roro Anteng tidak menangis seperti bayi pada umumnya. Roro juga lahir dengan wajah yang super cantik dan diyakini sebagai wanita paling cantik di kawasan Gunung Bromo.
Roro Anteng dan Joko Seger yang tumbuh besar dan menjadi wanita berparas cantik dan pria berparas tampan. Keduanya kemudian jatuh cinta dan menjalin hubungan asmara. Namun, suatu hari Roro Anteng hendak dipinang oleh pembajak jahat yang sakti mandraguna karena tidak berani menolak secara langsung, Roro Anteng memberikan syarat yang tidak masuk akal. Roro Anteng meminta sang Pembajak untuk membuat lautan di tengah-tengah Gunung Bromo, Pembajak yang saktipun menyanggupi syarat tersebut dan mulai membuat lautan dengan menggunakan tempurung kelapa (Batok Kelapa). Berkat kesaktiannya, Pembajak hampir selesai membuat lautan tetapi Roro melakukan kecurangan untuk menggagalkannya. Roro Anteng mengajak ibu-ibu untuk menumbuk padi saat tengah malam dan ayampun berkokok walaupun belum fajar. Merasa gagal, Pembajak yang kesal melempar batok kelapa ke samping Gunung Bromo dan jadilah Gunung Batok.
Akhirnya, Joko Seger dan Roro Anteng menikah tetapi ternyata Roro Anteng tidak bisa memiliki anak. Roro akhirnya pergi bertapa untuk memohon kepada dewa agar bisa memiliki keturunan. Dewa mengabulkan permintaannya dengan syarat anak bungsu harus di persembahkan. Roro yang sangat menyayangi ke 25 anaknya tidak menepati janjinya. Dewa murka dan 25 anak tersebut terlahap api membara ke bawah Gunung Bromo yang bersamaan dengan seruan untuk mengadakan sesajian tiap hari ke-14 bulan Kesada. Demikianlah akhir sejarah Gunung Bromo.