Imogiri adalah pemakaman keramat yang didedikasikan secara eksklusif sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi para raja dan ratu dan keturunan kerajaan Kerajaan Mataram Islam, yang sampai hari ini memerintah keraton-keraton di Yogyakarta dan Surakarta.
Terletak di sebuah bukit yang indah, sekitar 17 kilometer di tenggara Yogyakarta, mudah dijangkau dengan mobil dan bus. Nama “Imogiri” atau sering ditulis “Imagiri” berasal dari kata Sansekerta “Himagiri” yang berarti “gunung salju”. Meski tidak ada salju di sini, namun kuburan kerajaan hanya bisa dicapai dengan bebatuan curam yang mengarah ke puncaknya, sehingga akan terasa seperti mendaki gunung sampai mencapai puncaknya. Tangga-tangga merupakan simbol tonggak penting. Terdiri dari 45 anak tangga menandai tahun ketika Sultan Agung meninggal dunia pada tahun 1645, 9 anak tangga melambangkan Walisongo, kesembilan pemimpin agama yang menyebarkan Islam di Jawa, sementara anak tangga terpanjang 346, melambangkan 346 tahun pembangunan kompleks tersebut.
Ada tiga gerbang utama yang akan Anda lewati sebelum memasuki kompleks yang juga merupakan simbol kelahiran, dunia kehidupan dan kematian. Keempat kontainer besar yang menyimpan air suci, digunakan untuk membersihkan diri sebelum sholat tapi di sini diyakini memiliki kekuatan penyembuhan, merupakan pemandangan yang langka. Wadah ini diberikan oleh kerajaan lain ke Sultan Agung. Masing-masing diberi nama yang mempresentasikan: Nyai Danumurti dari kerajaan Sriwijaya di Palembang, Kyai Danumaya dari kesultanan Samudera Pasai di Aceh, Kyai Mendhung dari Ngerum di Turki dan Nyai Siyem dari kerajaan Siam di Thailand. Setiap bulan Sura atau Muharram dalam kalender Islam, wadah tersebut dibersihkan dalam sebuah upacara bernama Nguras Enceh.
Imogiri dibangun pada tahun 1632 oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja ketiga Kerajaan Mataram Islam, yang menginginkan pemakaman terpisah untuk dirinya dan keluarganya. Ada tiga bagian utama dalam kompleks ini. Bagian tengahnya disebut Kasultanagungan, merupakan bagian tertua dari kompleks yang dibangun oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo yang juga tempat pemakamannya.
Pengunjung hanya bisa memasuki makam para pangeran di halaman yang lebih kecil, mengenakan pakaian istana resmi Jawa yang bisa disewa dengan biaya murah di abdi dalem. Mereka adalah kawula setia yang mendedikasikan seluruh hidupnya ke Kesultanan dan bertindak sebagai pengurus situs ini.
Pria biasanya memakai bebed atau nyamping meninggalkan tubuh bagian atas yang terbuka, atau Pranaan Yogya – baju kostum yang digunakan oleh petugas. Sementara wanita perlu memakai nyamping dan kemben, kain batik terbungkus sedemikian rupa dan yang membuat bahu terbuka. Anda juga harus berjalan kaki untuk menghormati peraturan dan tradisi setempat. Ada jadwal khusus untuk dikunjungi di sini agar lebih baik Anda periksa sebelum kedatangan Anda, sehingga semuanya sesuai dengan rencana perjalanan Anda.
Ada dua daerah lain di kompleks yang digunakan untuk pemakaman kerajaan Kesultanan Surakarta dan Yogyakarta. Setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755, sayap barat ditunjuk untuk Raja-Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo, sedangkan sayap timur adalah tempat peristirahatan Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat Yogyakarta.
Menuju Lokasi: Untuk sampai ke Imogiri, Anda bisa naik kendaraan umum dari Terminal Giwangan dan meminta kondektur bahwa Anda akan pergi ke kompleks pemakaman. Tapi untuk kemudahan dan kenyamanan, lebih baik menyewa taksi atau menyewa mobil dengan pemandu yang terampil, yang dapat memberi tahu Anda tentang sejarah kerajaan Mataram dan menemukan lebih banyak atraksi di sekitar kompleks Imogiri sesudahnya.